Wanprestasi pada Perjanjian Kerja Sama Antar Perusahaan

Dalam dinamika dunia bisnis yang berkembang ini, perusahaan berlomba-lomba untuk melakukan ekspansi terhadap bidang usahanya dengan melakukan kegiatan kerja sama yang didasari pada suatu kontrak atau perjanjian. Perjanjian kerja sama antar perusahaan atau dikenal dalam hubungan bisnis sebagai business to business (B2B) memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun kerjasama yang saling menguntungkan. Sebagai contoh, perusahaan yang membutuhkan pemasok bahan baku untuk usahanya akan bekerja sama dengan perusahaan lain yang bertindak sebagai supplier, untuk memastikan kebutuhan bahan pokok tersebut dapat terpenuhi dengan baik.
Perjanjian kerjasama antar perusahaan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku. Adapun syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang berbunyi:
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang tidak terlarang.”
Dengan adanya perjanjian kerja sama akan menciptakan suatu perikatan hukum antara para pihak berdasarkan kesepakatan bersama untuk melakukan suatu tindakan tertentu sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian. Oleh karena itu perjanjian tertulis menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga komitmen para pihak, mengingat apabila salah satu pihak gagal untuk memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian, maka dapat menimbulkan akibat hukum.
Dalam pelaksanaannya, tidak jarang terjadi peristiwa, dimana salah satu pihak gagal untuk memenuhi prestasi atau kewajibannya sebagaimana tercantum dalam perjanjian. Kegagalan tersebut disebut sebagai wanprestasi. Pengertian wanprestasi berdasarkan Pasal 1238 KUHPerdata berbunyi:
“Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian, debitur dapat dikatakan melakukan wanprestasi jika:
- Tidak melakukan apa yang dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai dengan kesepakatan; dan
- Melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian.
Apabila salah satu pihak, dalam suatu perjanjian melakukan hal-hal tersebut dengan ukuran bahwa terdapat prestasi yang terukur, tertulis dan menimbulkan adanya kerugian, maka perbuatan pihak tersebut dapat diindikasikan sebagai perbuatan wanprestasi. Namun, perlu dicatat bahwa wanprestasi itu dapat dibuktikan apabila perjanjian yang dibuat oleh para pihak telah sah dan mengikat layaknya Undang-Undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Adapun konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan akibat dari wanprestasi adalah gugatan ganti rugi yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan. Selengkapnya disebutkan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. “
Dengan demikian, para pihak penting untuk memperhatikan sebuah perjanjian kerja sama yang jelas dan terperinci dalam hubungan bisnis sebagai business to business (B2B), guna menghindari potensi wanprestasi. Perjanjian ini akan memberikan dasar yang kuat bagi para pihak, sehingga apabila terjadi wanprestasi maka dapat dilakukan pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran terhadap kewajiban yang telah disepakati.
Dasar hukum Wanprestasi:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
***
Penulis:
Jonny Ediswanto Hutabarat
Geraldo Welliam Cornelius Pusung
Amanda Alifya Putri
Arnetta Rara Dewi