HOME  > ARTIKEL  > 

Pelecehan Seksual : Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Pidana

Pelecehan Seksual : Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Pidana

Pelecehan Seksual : Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi PidanaArticlesPelecehan Seksual : Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Pidana

Pelecehan Seksual : Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Pidana

Belakangan ini, publik dikejutkan dengan maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh individu dengan latar belakang pendidikan tinggi dokter, sebagaimana dikutip dari artikel Detikcom yang berjudul Dokter PPDS Unpad Diduga Lecehkan 2 Pasien Lainnya dan artikel Kompas yang berjudul Bagaimana Duduk Perkara Pelecehan Seksual oleh Dokter Kandungan di Garut, Kasus pelecehan seksual oleh tenaga medis, khususnya Dokter menjadi persoalan yang mendapatkan perhatian masyarakat.. Ironisnya, profesi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai etika dan perlindungan terhadap manusia sebaliknya malah melakukan tindakan yang merendahkan martabat dan hak asasi seseorang, sehingga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan.

Berdasarkan data realtime dari website Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, di awal tahun 2025 ini kasus pelecehan seksual terhadap korban perempuan telah mencapai 5.687; korban laki-laki mencapai 1.358; dan korban anak-anak mencapai 6.594. Bahkan, berdasarkan informasi dari Mabes Polri, pada bulan Januari tahun 2025 pelaporan terhadap kasus pelecehan seksual telah mencapai 38 terlapor.

Pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Biasanya pelecehan seksual tidak selalu terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi juga dapat berupa tindakan verbal, isyarat, hingga penyalahgunaan kekuasaan dalam konteks ini yaitu dokter dan pasien.

Lalu bagaimana sanksi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual menurut hukum positif di Indonesia?

Sanksi pidana tentang kejahatan kesusilaan, termasuk perbuatan cabul dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pemerkosaan diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang isinya berbunyi:

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Dan diatur dalam Pasal 289 KUHP yang isinya berbunyi:

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Secara lebih spesifik, yang mengatur tentang perbuatan cabul yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien yang sedang berada dalam tanggung jawabnya dapat dijerat sanksi pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 294 KUHP. yang isinya menyatakan:

  • Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
  • Diancam dengan pidana yang sama:
    1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.

2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya. 

Selain itu, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”) memberikan kerangka hukum yang lebih komprehensif untuk menangani berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual fisik dan non-fisik oleh tenaga profesional. Hal tersebut disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b UU TPKS, yang berbunyi:

Pasal 15

  • “Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika:
    b.  dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan;”

Dengan demikian, tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tenaga kesehatan merupakan perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 294 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun, sedangkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bentuk pelecehan seksual secara non-fisik diatur pada Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik diatur dalam Pasal 6, apabila pelaku pelecehan seksual adalah tenaga medis atau tenaga Kesehatan dalam menjalankan tugas profesinya, maka pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok yang dijatuhkan sebagaimana Pasal 15 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Demikian artikel ini dibuat, Untuk informasi lebih lanjut atau konsultasi mengenai hal ini, silakan hubungi kami di Indonesia Global Law Firm

Dasar Hukum dugaan Tindak Pidana Pelecehan Seksual:

Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

***

Penulis:

Jonny Ediswanto Hutabarat, S.H.

Geraldo Welliam Cornelius Pusung, S.H.

Amanda Alifya Putri, S.H.

Arnetta Rara Dewi, S.H.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Indonesia Global Law Firm is a Jakarta based registered legal and law firm with an international perspective, combining the highest levels of legal expertise. Indonesia Global Law Firm is also an independent member of IR Global (IR) with exclusive membership in Commercial Law.

Contact Us

Address : 
GP Plaza 2nd Floor
Jl. Gelora II no 1,
Jakarta Pusat,
DKI Jakarta 10270

© 2025 Indonesia Global Law Firm. All Rights Reserved